Untuk pertama kalinya Festival Film Turki diputar di Jakarta. Acara ini berlangsung dari tanggal 7 - 9 Mei 2010 di Blitz Megaplex GI dan memutar 5 film. Saya sendiri hanya dapat mengunjungi event ini di hari terakhir dan hanya menonton 1 film.
Bundaran HI dari dalam bus TransJakarta
Berhubung film diputar sore hari, saya bisa menjelajah GI dulu. Entah sudah berapa kali berkunjung kesini tapi tidak pernah sempat melihat shopping town ini secara utuh. Penyebab utamanya mungkin karena saya terlalu lama menghabiskan waktu di Blitz :p Secara umum, mungkin GI sama dengan mall bintang 5 lainnya. Tak ada yang spesial. Tapi GI punya dancing fountain dan akhirnya saya berkesempatan menontonnya. Yippie... :D
Dancing fountain dibuka dengan lagu New York New York, ampuh sebagai pembuka pertunjukkan dan memukau semua pengunjung yang ada. Lalu berturut-turut disambung beberapa lagu lain dan ditutup dengan Don't Cry For Me Argentina. Saat pertunjukan akan berakhir, keluar gelembung-gelembung sabun yang tadinya saya kira hanya efek 3D, dan penonton dikejutkan dengan ledakan dan semburan pita warna-warni. Gawd, I love the show!!! Jadi inget pas nonton Song of The Sea di Sentosa Island.
Abis nonton Dancing Fountain langsung ke Blitz dan ketemu Exort :D Akhirnya ketemuan juga!!! Hahaha... Manusia satu ini emang sibuk berat dan syusyah minta ampun buat diajak kopdaran. But too bad, karena (lagi-lagi) Exort ada janji sama temannya, jadi kita ngga sempet ngobrol banyak dan saya ngga sempet otak-atik kamera barunya Exort, ngga sempet bernarsis ria dengan kamera tersebut, bodohnya lagi ngga sempet foto bareng Exort. Haha, udah kaya artis aja pake acara foto bareng.
Saya nonton film I Saw The Sun. Bercerita tentang dua keluarga Turki yang harus mengungsi karena perang. Satu keluarga ingin pergi ke Norwegia sebagai imigran gelap dan satu lagi menetap di Istambul. Mereka harus bertahan hidup di tempat baru dengan konflik keluarga yang begitu beragam. Film ini memang menyoroti banyak hal, mulai dari kelompok gay yang didiskriminasikan dan mendapat perlakuan semena-mena, ras gender dimana setiap wanita berkewajiban melahirkan seorang anak laki-laki, sampai masalah human trafficking.
I Saw The Sun memang terasa datar dan membosankan di bagian awal. Alurnya berjalan lambat dan terlalu banyak tokoh yang diperkenalkan, tak heran karena keluarga Turki merupakan keluarga besar dimana kakek, nenek, ayah, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Di pertengahan film konflik keluarga mulai memuncak dan beberapa isu yang cukup sensitif dilontarkan. Emosi penonton juga baru dipermainkan di bagian akhir cerita.
Untuk film Turki pertama yang ditonton, I Saw The Sun dapat membuka mata saya akan masalah sosial yang terjadi di negara itu. Semoga Festival Film Turki bisa dijadikan agenda tahunan Blitz :)