Entah ada apa dengan hari ini. Rasanya saya sial terus sepanjang hari. 10 jam lebih waktu dihabiskan di kantor dan cukup membuat kepala mumet serta perasaan naik turun. Mungkin otak saya terlalu banyak diforsir untuk bekerja sehingga melakukan kedodolan tiga kali berturut-turut.
Saya biasa nebeng dengan mba Y setiap pulang kerja. Tadi saya bertemu dia di mushola. Dengan muka kusut dan rambut awut-awutan, mba Y langsung menebak kalau saya bermasalah lagi dengan orang-orang kantor. Kerjaan mba Y sudah selesai dan saya tinggal mematikan komputer saja. Biasanya mba Y akan menjemput ke ruangan saya, jadi saya menunggu dia sambil menonton TV. 10 menit berlalu, saya melihat ruangan mba Y masih menyala. Oh, belum selesai mungkin, begitu pikir saya. 15 menit kemudian saya mulai merasa aneh dan ketika masuk ke ruangan mba Y, TARRRAAA.... mba Y sudah pulang. Panik, saya buka HP, ternyata mba Y sudah berkali-kali menelpon, mencari keberadaan saya. Mba Y kira saya sudah pulang duluan karena tidak ada di ruangan, padahal saya ada di ruangan sebelah, sedang menonton TV. Bodohnya saya, kenapa tidak menyusul mba Y ke ruangan dia dan malah menonton TV. Kenapa juga HP saya simpan di tas sehingga tidak terdengar bunyi deringnya. Hilanglah tebengan saya untuk malam ini.
Cepat-cepat saya berlari ke halte busway, berharap bisa mengejar bus arah Cibinong yang terakhir. Di dalam busway, otak saya sibuk terus berputar menghitung jarak dan waktu antara busway yang sedang dinaiki dan bus Cibinong yang akan segera datang. Tiba di halte tujuan, saya langsung turun, bergegas keluar dari halte, siap-siap berlari, dan saya baru sadar...... Ini kan halte Karet, bukan Bendungan Hilir. Maniiisss, saya turun satu halte lebih cepat. Mau tidak mau akhirnya saya berbalik, membeli tiket lagi, masuk ke dalam halte lagi, dan mengantri lagi. Wajah saya rasanya panas dihujani tatapan aneh dari penjual tiket, penjaga pintu busway, dan penumpang lain.
Bundaran HI Jakarta. Still crowded in 9:13 pm.
Sampai di halte Bendungan Hilir, saya langsung berlari-lari menuju Komdak, tempat bus arah Cibinong biasa lewat. Di sepanjang jalan, saya melihat beberapa perempuan berpenampilan khas pekerja Jakarta (rok selutut, kemeja tangan pendek, sandal teplek), juga sedang menunggu bus pulang. Ah, ada juga yang bernasib sama seperti saya, baru pulang semalam ini. Batin saya pun menjawab, "Iya, banyak yang seperti saya. Tapi yang sedodol saya ya cuma saya sendiri".
Tak sampai 5 menit menunggu di Komdak, bus akhirnya tiba. Alhamdulillah, Tuhan masih baik sama saya. Ketika akan memasuki tol, kenek bus berteriak "Cileungsi Cileungsi....". WHAT!!!!! Ini bukan bus arah Cibinong, tapi arah Cileungsi. OMAAIGOOOTT....!!! Saya salah naek bus (lagi). Samar-samar saya ingat, tadi saya tidak sempat membaca rute bus, hanya membaca nomor bus, 70A, dan saya baru sadar bus Cibinong itu kan nomornya 70 saja. Hih, kenapa bikin nama bus kurang kreatif gitu sih. Gusti... dosa apa saya hari ini sampai bikin kesalahan tiga kali berturut-turut. Rute pulang saya akhirnya jadi makin jauh, makin lama dan makin ruwet.
Memasuki daerah Cibubur, hujan turun dengan derasnya dan setia menemani saya sampai ke rumah. Di rumah, bukannya cepat-cepat mandi dan siap-siap tidur, saya malah online untuk menulis disini. Padahal sebentar lagi tengah malam, dan besok saya harus bangun jam setengah lima pagi, berangkat kerja jam setengah enam pagi, kembali bekerja lagi, dan besok tanggal gajian, dan besok kerjaan pasti numpuk banget. Ergh, haruskah judul postingan ini saya ubah menjadi Dodol Pangkat Empat ???