Travelinglah Selagi Masih Muda. Sebelum Menyesal

INAFFF10 Minus Film Indonesia


Film dapat dilihat sebagai sebuah karya seni atau sebagai barang dagangan. Karya seni disini tentu bukan merupakan seni murni (fine art), tetapi lebih sebagai seni terapan atau seni modern sehingga masyarakat awam masih bisa menerima dan mencernanya. Di sisi lain, film hanya dipandang sebagai barang dagangan yang dibuat untuk menghasilkan keuntungan. Film tak lebih dari sebuah komoditas yang dibuat dengan pertimbangan untung rugi. Semakin banyak penonton film tersebut maka semakin besar keuntungan yang akan diraup.

Adalah mungkin untuk membuat sebuah film seni yang komersil, sayangnya kebanyakan produser film Indonesia lebih mengutamakan keuntungan dibanding cita rasa seni. Mereka membuat film dengan satu formula, khusus untuk film horor formula andalan yang digunakan adalah cerita horor yang ternyata lebih banyak mengumbar adegan syur, bintang utama wanita dengan baju kurang bahan, dan yang sedang intens dilakukan adalah memakai bintang film porno luar negeri. Semua ini tentu dilakukan untuk menarik sebanyak mungkin penonton yang berkorelasi positif dengan keuntungan yang dihasilkan.

Indonesia International Fantastic Film Festival (INAFFF) adalah festival film yang mengkhususkan diri pada genre fantasi seperti horor, thriller, science fiction, dan animasi. Indonesia patut bangga karena INAFFF menjadi festival film pertama bergenre fantasi di Asia Tenggara dan yang kedua di Asia setelah Puchon Film Festival di Korea. Indonesia juga patut bangga karena dua tahun berturut-turut INAFFF dibuka oleh film lokal buatan sineas dalam negeri; Takut (Fear) sebagai opening film INAFFF08 dan Macabre (Rumah Dara) membuka layar INAFFF di tahun 2009. Namun Indonesia harus berbesar hati karena tahun ini tidak satu pun film lokal berhasil masuk dalam layar INAFFF.

Rusli Eddy selaku Festival Director INAFFF menyatakan kesulitan mencari film horor lokal yang dapat diputar di INAFFF. Pilihan yang ada sekarang hanya berkisar di cerita kuntilanak merintih atau setan yang datang bulan. Produser Sheila Timothy juga menyayangkan kualitas film horor Indonesia saat ini, padahal kalau dibuat dengan serius film horor berkesempatan membawa Indonesia ke kancah perfilman internasional.

Mau tidak mau harus diakui, kualitas film horor Indonesia memang disetir kepentingan komersil pembuatnya. Tambahkan saja pemeran panas wanita dan baju kurang bahan, pasti masyarakat berbondong-bondong menonton. Selera masyarakat juga yang membuat film semacam ini terus eksis di setiap bioskop Indonesia. Produser menganggap ide cerita yang melenceng dari formula andalan yang telah dibuat akan mematikan penghasilan mereka selama ini.

Memang memprihatinkan melihat kondisi seperti ini dan INAFFF menolak untuk tinggal diam. Setelah berhasil membuat festival film bergenre fantasi dan membawa puluhan film dengan genre tersebut kepada movie buzz, maka INAFFF membuat sebuah terobosan baru untuk memajukan kualitas film fantasi Indonesia. Hampir senada dengan saudara dekatnya JIFFest, INAFFF sedang mempersiapkan ajang Kompetisi Film Pendek untuk genre fantasi (horor, thriller, sci-fi) di pertengahan 2011. 

Kompetisi ini membuka kesempatan bagi umum, baik yang bergelut di dunia film maupun yang belum pernah membuat film sekalipun, untuk menyerahkan sinopsis mereka. Akan dipilih 25 tim terbaik untuk mengikuti workshop selama tiga hari yang akan membekali para pemenang tentang pengetahuan dalam pembuatan film dan pemasarannya. Sepuluh film pendek terbaik akan ditayangkan di INAFFF11 dan akan dipilih satu film terbaik. 

Berita yang terakhir ini tentu akan membuat semua movie buzz menahan napasnya: film terbaik akan diproduseri oleh LifeLike Pictures dan disejajarkan dengan tiga sutradara: Joko Anwar (Pintu Terlarang), Gareth Evans (Merantau), dan Timo Tjahjanto (Rumah Dara). Omnibus 4 film pendek ini akan diputar di seluruh bioskop nasional dan diikutsertakan ke berbagai festival mancanegara.

Mengusung semangat ini, maka INAFFF memutar Monsters (UK, 2010) sebagai opening film. Film besutan Gareth Edwards ini merupakan low budget movie yang menuai banyak kritikan positif. Hanya dengan dana 15.000 USD (sekitar 130juta), Gareth berhasil menampilkan kondisi Meksiko yang terinfeksi makhluk asing, menangkap kemiskinan khas negara dunia ketiga, dan menyentil halus kondisi politik Amerika - Meksiko. Gareth hanya menggunakan satu kamera selama pembuatan Monsters, bergerilya selama enam pekan di Meksiko dan (lagi-lagi) hanya memakai dua pemeran utama saja. Seluruh special effect yang ditampilkan dalam film pun hanya diolah dalam laptop sang sutradara. 

Terbukti, film berkualitas tidak melulu memerlukan dana super besar dan kreativitas tidak perlu mati di tangan para produser dengan formula andalan mereka. Banyak ide brilian sineas muda namun harus terbentur masalah dana dan sponsor, produser menolak cerita mereka karena terlalu melenceng dari formula yang selama ini dipakai. Sekarang saatnya mendobrak paradigma ini. Dengan kreativitas dan kecintaan akan film bertema fantasi, sebuah film memukau dapat dihasilkan. 

Jadi, siap untuk berpartisipasi dalam Fantastic Indonesian Short Film Competition 2011 dan ikut memajukan kualitas film Indonesia?

Spesial thanks to INAFFF for opening and closing invitation :)
Does he looked familiar?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : INAFFF10 Minus Film Indonesia