Travelinglah Selagi Masih Muda. Sebelum Menyesal

Life Is About Taking Chances and Challenges

Nekat!!! Rasanya kata ini yang paling tepat untuk menggambarkan apa yang sedang dan akan saya lakukan. Nekat.

Awalnya saya nekat ikutan mengajukan proposal untuk lomba keliling dunia bersama Bentang. Hadiah yang ditawarkan cukup menggiurkan, Bentang akan memberikan sejumlah dana untuk mewujudkan proposal tersebut plus catatan perjalanan akan diterbitkan dalam sebuah buku. Niat saya waktu ikutan lomba ini bukan untuk menang tapi agar tidak menyesal di kemudian hari karena tidak pernah mencoba. Menang urusan belakangan, yang penting bikin proposal sebaik mungkin. 

Eropa menjadi pilihan destinasi Bentang kali ini. Peserta bebas memilih pergi ke negara manapun dengan budget yang telah ditentukan. Pilihan saya jatuh ke Norwegia. Alasannya pasti peserta lain cenderung membuat proposal ke negara populer di Eropa Barat seperti Paris, Jerman, Belanda dan lainnya. Otomatis saingan jadi berkurang dong. Hohoo...

Ternyata kenekatan saya harus berlanjut saat proposal ini berlanjut ke tahap babak selanjutnya. "Asik, Eropa nih", pikir saya. Gratis lagi. Saya tambah semangat tancap gas untuk membuat proposal sesuai permintaan juri. Kalaupun saat itu saya tidak menang, rasanya saya sudah jalan-jalan ke Eropa lewat banyaknya artikel yang dibaca dan itinerary yang dibuat selama proses seleksi. Keinginan saya untuk pergi ke Eropa semakin kuat. Semangat saya semakin menggebu-gebu. Saya ingin menang dan mewujudkan proposal ini. 

Dan saya menang....

Horeee.... Eropa di depan mata....

Tapi ternyata menang bukanlah sebuah akhir dari perjuangan. 

Euforia kemenangan hanya bertahan sebentar saja. Saya kemudian disibukkan dengan proses tanda tangan kontrak dengan Bentang. Dari sini semua rasanya menjadi berbeda. Semangat saya yang ingin melihat Eropa secara langsung menjadi hambar. Saya merasa terbebani dengan tanggung jawab profesional untuk membuat tulisan perjalanan sebaik mungkin. Mampukah saya? Ya ampun, saya baru aktif nulis di blog setahun yang lalu. Tulisan saya rasanya nggak bagus-bagus banget. Track record perjalanan saya juga masih minim (banget). Semua pikiran jelek ini menumpuk di kepala dan membuat mental saya drop ke titik yang paling rendah. Belum lagi saat semua pemenang berkumpul untuk pertama kalinya. Ya ampuuunnn... saya yang paling hijau dan paling muda. Tambah jiper. 

"Kayaknya Bentang salah deh milih gue sebagai pemenang. I'm not that good" pikir saya frustasi. Frustasi ditambah persiapan ini itu untuk keberangkatan, tambah stress. Saat datang ke launching TNT3 dan melihat penulis Bentang (plus CEO) berkumpul rasanya jadi mual. "Ya ampun, siapa sih gue? Nggak ada apa-apanya dibanding sama mereka", dan saya pulang ke rumah dengan kepala berat dan sukses pingsan di atas tempat tidur. 

Saat mencoba menulis launching TNT3 untuk mengalihkan pikiran sejenak, tiba-tiba saya stuck dan merasa tidak bisa menulis. "Mati gue, gue nggak bisa nulis. Nulis satu postingan aja susah, apalagi satu buku" dan saya menghabiskan waktu berjam-jam selanjutnya dengan bengong di depan laptop. Tanpa satu kalimat pun terangkai. Saat seperti ini saya butuh teman untuk bicara, tapi dengan siapa? Ngomong dengan orang tua jelas tidak mungkin, yang ada mereka ikutan panik dan saya tambah stress. Ngobrol sama teman juga saya nggak yakin ada yang mengerti kondisi saya yang sebenarnya. Sampai akhirnya seorang malaikat mampir di Gtalk. Dengan dia saya curhat sambil nangis sesengukan dengan ingus yang terus keluar dan merasa lebih baik setelah menangis mendapat dukungan (thanks ya).

Pikiran saya mulai jernih lagi. Saya siap berangkat. Semua persiapan beres, tinggal tunggu visa keluar, beli tiket, tukar uang, berangkat deh ke Eropa. Sepuluh hari menjelang keberangkatan, saat saya pikir semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja, rumah saya kemalingan. Laptop dan SLR yang umurnya belum genap dua bulan raib. Saya lemes waktu dapet kabar ini. Semua data saya hilang. Draft tulisan, proposal, data mentah, foto-foto, hilang. Saya harus mulai dari nol lagi. SLR impian saya juga lenyap. Padahal sudah lama saya memimpikan untuk memiliki dia. Padahal saya khusus membeli dia untuk mengabadikan keindahan Eropa lewat lensanya. Kenapa semuanya harus terjadi sepuluh hari menjelang keberangkatan?

Sedih, tapi saya tidak bisa lama-lama berduka. Mama sangat shock dengan kejadian ini dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Saya harus terlihat kuat demi mama. Awalnya saya ragu, haruskah saya berhenti? Masih belum terlambat untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak dengan Bentang. 

"Kamu jangan pernah mikir untuk mundur", A yang mendapat kabar ini langsung menghubungi saya. "Suatu saat nanti, kamu akan nyesel banget kenapa dulu mundur. Nggak semua orang bisa berangkat ke Eropa dan menerbitkan bukunya sendiri. Kesempatan ini nggak datang dua kali". Saya hanya bisa membalas dengan sengukan panjang dan mengais napas diantara sesak dada ini. 

Life is about taking chances and challenges. Bukankah itu yang selalu saya katakan. Sekarang saatnya saya menepis semua ketakutan; takut nyasar, takut bagasi hilang, takut nggak bisa ngomong bahasa Inggris dengan baik, takut nggak bisa nulis, takut tulisan ditolak, takut deadline, dan segala macam ketakutan yang hanya akan mengekang langkah saya. Kenekatan itu harus dibayar dengan kenekatan yang lain. Modal utama saya untuk mengambil tantangan dan kesempatan ini hanya nekat. Selanjutnya biarkanlah mengalir dan mengikuti pola yang ada. Jadi, berikanlah saya kesempatan untuk melihat Eropa dengan mata kepala sendiri, untuk menjejakkan kaki disana, untuk melihat lukisanNya seperti yang selalu saya minta saat saya berbicara denganNya. Berikanlah saya kesempatan untuk berkarya. Walaupun berat, walau sulit, saya memutuskan untuk menjawab tantangan ini.


Dan disinilah saya sekarang. Beberapa jam lagi akan mengudara menuju Eropa, menghabiskan waktu hampir seharian menuju benua biru itu, menempuh jarak setengah lingkar bumi demi menjawab tantangan dari kenekatan yang telah saya lakukan. Eropa menanti saya, berbagai petualangan yang tidak saya tau siap mengejutkan saya, udara dingin Scandinavia siap menyapa saat saya menginjakkan kaki di bandara Arlanda, Stockholm.  

Saya pamit. Terimakasih untuk semua dukungan dan semangat yang telah teman-teman berikan. Hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan kalian. 

Hugs.


* Maaf belum sempat blogwalking dan membuat tulisan yang cukup baik selama beberapa bulan terakhir ini. Terimakasih untuk kalian yang sudah mampir kesini, membaca tulisan saya, meninggalkan komentar di tulisan atau sapaan di chat box. I do missing you all guys :) *

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Life Is About Taking Chances and Challenges