Travelinglah Selagi Masih Muda. Sebelum Menyesal

Heading to Oslo

Gerbang kayu hitam besar itu dihiasi dengan tempelan puluhan kupu-kupu kertas, beberapa pos penjaga menandakan tempat ini merupakan perbatasan antara Swedia dan Norwegia. Saya menahan napas saat bus berhenti di salah satu pos dan seorang petugas imigrasi menghampiri supir bus untuk meminta daftar nama penumpang, secara tak sadar tangan saya meraba tas kecil yang berada di balik baju untuk memastikan paspor bersama barang berharga lainnya tetap berada aman disana. Pemeriksaan imigrasi selalu membuat saya berdebar-debar, tidak mau membuat kesalahan sekecil apapun yang menyebabkan saya bermasalah di negara orang. Petugas tersebut sepertinya cukup puas dengan memeriksa daftar nama penumpang dan bus dipersilahkan melaju masuk ke kawasan Norwegia, atau mungkin dia bosan dengan banyaknya kendaraan yang hilir mudik perbatasan ini dan notabene didominasi warga Uni Eropa sehingga pemeriksaan imigrasi berjalan cukup longgar. Entahlah, saya hanya fokus kepada satu fakta penting, saya berada di Norwegia sekarang.

 Pemandangan di sepanjang jalan menuju Oslo




Memandangi langit biru Swedia di belakang sana dari balik kaca jendela bus yang besar, mengingat kembali hari-hari menyenangkan bermandikan hangat sinar matahari musim panas bersama teman-teman baru, mencoba membaui udara yang sudah berubah dengan udara Norwegia dan bersyukur kepada Tuhan akan pencapaian perjalanan saya sejauh ini. Bahkan dalam mimpi saya yang paling gila sekalipun tidak pernah saya membayangkan pergi menjelajah Eropa seorang diri. Hutan hijau lebat melintas dengan cepat di balik jendela saya, cuaca mulai berubah menjadi lebih dingin dan gelap, barometer udara di dalam bus semakin lama menampilkan angka yang semakin rendah sejak kami melewati perbatasan Swedia - Norwegia. "Pasti di Norwegia nanti dingin", pikir saya sambil melirik jaket tipis yang setia menemani sejak boarding di Bandara Soekarno - Hatta, Jakarta. Rintik hujan mulai turun membasahi jalanan di luar sana, dingin mulai merasuk ke dalam bus dan angka barometer udara bus semakin anjlok lagi, saya teringat ramalan cuaca saat berada di Göteborg sore tadi, "Suhu akan mencapai titik tertingginya hari ini, 27 derajat Celcius namun sore hari diramalkan hujan akan turun". Saya memang sangat bergantung dengan prakiraan cuaca selama berada di benua biru ini, selama di Swedia ramalan cuaca dapat diandalkan kebenarannya. Sepertinya cuaca di zona perbatasan ini mirip dengan ramalan cuaca di Göteborg, pasti di Göteborg juga hujan sedang turun membasahi taman-taman kota.

Perjalanan Göteborg - Oslo memakan waktu selama empat jam, Swebus yang saya tumpangi sore hari dari Göteborg akan sampai di terminal Oslo pukul sembilan malam. Pemandangan sepanjang perjalanan tidak terlalu menarik minat saya, setelah tertidur beberapa lama saya terbangun dengan langit gelap dan awan kelabu yang menggantung di luar sana. Rumah-rumah penduduk mulai terlihat di sisi jalan, mobil pribadi juga mulai memenuhi sudut jalanan, sepertinya saya sudah sampai di pinggiran kota Oslo. Sambil merenggangkan badan untuk menghilangkan pegal karena tertidur di kursi bus yang keras saya menyiapkan diri karena jam di pergelangan tangan menunjukkan waktu setengah sembilan malam, sebentar lagi saya sampai ke Oslo. Bus menikung tajam dan memberi saya pemandangan baru yang menakjubkan, perairan Oslo terhampar lebar di bawah sana, yacht-yatch pribadi bersandar kalem dan memenuhi tepian perairan, tebing cadas tinggi kasar menjulang melingkupi perairan sekitar sekaligus menjadi background yang melengkapi pesona tempat ini. Awan kelabu menggantung rendah dan kabut yang mulai turun memberikan suasana magis yang langsung terekam dalam memori otak saya, beginilah cara Norwegia menyambut saya, dengan pesona alamnya yang memukau dan cuaca dingin tanpa ampun yang siap menyapa di luar sana. Dalam diam syahdu menikmati segala pesona alam ini saya tidak bisa membendung haru yang merasuk tanpa ampun, haru yang membuat saya mati-matian menahan air mata yang mulai menggenang di sudut mata. Saya sampai ke Norwegia, saya berhasil datang ke negara ini, semua kenekatan yang saya lakukan mengantarkan saya ke tempat ini, ucapan konyol saya yang berucap "Kalau nanti saya main ke Oslo" di kolom komentar salah satu teman blogger ternyata menjadi kenyataan. Mimpi ini terlalu indah untuk jadi kenyataan...

Langit kelabu Oslo dengan yatch di tepian perairan

***

Sepuluh menit menuju pukul sembilan malam bus memasuki terminal Oslo S, semua penumpang turun dan mengeluarkan bagasinya. Dengan jaket tipis yang melindungi badan dan ransel kecil tersampir di bahu saya siap menjejakkan kaki di Oslo, wuussh angin dingin langsung menerpa begitu saya keluar dari bus, cepat-cepat saya mengeluarkan ransel lainnya dari bagasi dan segera masuk ke dalam terminal yang hangat. Sesaat saya bingung, harus kemana dari sini? Saya sudah janjian dengan Felicity yang bersedia memberikan tumpangan di rumahnya selama saya berada di Oslo, dia akan menjemput di terminal pukul 21.10 sesuai dengan jadwal kedatangan bus saya. Ketepatan jadwal transportasi di Eropa memang selalu bisa dipercaya kebenarannya, hanya saja jadwal kedatangan saya ternyata lebih cepat 10 menit. Dengan dua ransel berat tergeletak di bawah bangku yang sedang diduduki saya mencoba mengirim sms untuk Feli dan mengabarkan saya sudah sampai di terminal Oslo S. Kartu Simpati di dalam ponsel telah berganti sinyal menjadi N NetCom namun sepertinya sms saya nyangkut entah dimana, waduh bagaimana cara mengabarkan Feli kalau saya sudah sampai dan menunggu di Gate 3 tempat bus saya tadi berhenti, bagaimana kalau dia menunggu di gate yang lainnya, daripada menunggu sampai bosan lebih baik saya berkeliling terminal ini, siapa tahu nanti ketemu Feli. Satu ransel besar tersampir di punggung sedangkan ransel day pack saya kaitkan ke bagian depan badan, aih saya terlihat begitu kurus dihimpit oleh dua ransel tebal ini, sip terminal ini siap untuk dijelajahi.

Menaiki eskalator saya langsung sampai di lantai dasar terminal, hanya dengan berkeliling sebentar saja saya bisa menyimpulkan kalau terminal ini mungil banget, tidak banyak yang bisa dilihat selain beberapa kedai makan yang sudah tutup. Lantai bawah tempat saya menunggu tadi lebih banyak didominasi dengan loker tempat penumpang dapat menitipkan barangnya, tarifnya 40 NOK (Norwegian Kronor, 1 NOK = Rp 1.650) untuk sewa loker selama 24 jam. Beberapa restoran dan mini market sepertinya buka sampai malam, perut mulai keroncongan saat teringat dari Göteborg tadi saya tidak sempat makan siang. Sial, saya tidak memiliki uang Norwegian Kronor karena belum menukarkannya di money changer, namun saat melihat harga-harga yang tertera untuk sebuah muffin atau kue lainnya yang dapat mengganjal perut mendadak saya hilang selera, mahalnya nggak nahaaann :(( Huff, sekarang bagaimana, apa yang harus saya lakukan? Mungkin sebaiknya saya tetap menunggu di gate kedatangan tadi dan mencoba mengirim sms lain untuk Feli, bersamaan dengan itu saya melihat seorang perempuan berkulit coklat berbalut jaket kulit melambaikan tangannya dan tersenyum kepada saya. Aah, itu pasti Feli...

***

Flashback. Semuanya berawal dari perkenalan kami lewat dunia blogger, blog Feli banyak bercerita tentang Norwegia, negara yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Awalnya hanya sedikit yang saya ketahui tentang Norwegia, perbendaharaan pengetahuan saya tentang negara yang terletak di Eropa Utara itu  hanyalah fjord (lautan yang menjorok ke dalam daratan) namun tulisan-tulisan Feli membuat saya mengenal Norwegia lebih baik lagi. Keindahan alam Norwegia seringkali menjadi suguhan utama dari postingan-postingan blognya, membuat siapapun yang membaca dan melihat foto-foto yang dipajang ingin pergi mengunjungi Norwegia dan mencicipi petualangan di alam bebasnya. Saya pun ikut tergoda untuk pergi mengunjungi Norwegia dan seringkali menulis "Kalau nanti saya main ke Norwegia..." di kolom komentar untuk tulisannya.

Feli tidak hanya mengenalkan saya kepada Norwegia, tapi dia pun memberi banyak dukungan dan bantuan sejak proses pembuatan proposal, pengajuan visa, sampai saya berangkat ke Eropa dan menghabiskan waktu di benua itu. Saya sudah menunggu-nunggu momen ini, saat dimana akhirnya saya bisa bertemu Feli di dunia nyata, di sebuah negara yang begitu jauh dari rumah, mewujudkan kata "Hugs" yang selalu menjadi penutup emailnya menjadi sebuah pelukan hangat sahabat yang dipertemukan oleh dunia maya. 

Hugs.... Pelukan hangat itu benar-benar membuat haru kembali menyeruak, saya berada di Oslo sekarang. 

Feli dan saya :)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Heading to Oslo