Travelinglah Selagi Masih Muda. Sebelum Menyesal

Rumah Baru (lagi)

Hello blogosphere...

It's been a while since I wrote here. Nulis cerita yang tidak berkaitan dengan kata Toraja, Makassar, Teddy, dan 4 Hari Untuk Selamanya ;) I know I know, kalian juga mulai bosen bacanya kan. Jadi saya putuskan untuk stop dulu cerita 4 Hari Untuk Selamanya sampai ada update terbaru. 

So, nyadar sama perubahan yang terjadi dengan blog ini nggak? Template baru, header baru, avatar baru, secara keseluruhan blog saya menempati rumah barunya lagi untuk kali yang kesekian (saya lupa udah berapa kali blog ini gonta-ganti template). 'Rumah baru' ini khusus saya pesan ke Artika Maya, template dasarnya dibuat mirip dengan template lama saya yang masa pakainya sudah habis. So far saya puas dengan hasilnya, kesannya segar, ceria, dan fun. Semoga kalian juga betah ya main-main ke rumah barunya merry go round ini. 

Oh ya, ngomongin rumah baru, saya juga 'pindah rumah' dalam kehidupan nyata. Well, nggak pindah rumah beneran sih, makanya kata pindah rumah itu dipakaikan tanda kutip. Jadi, saya udah nggak betah dan capek banget ngadepin macetnya Jakarta (ada yang ngerasa macetnya Jakarta itu nambah parah nggak sih?), jadi saya putuskan untuk pindah ke Bogor, ke rumah almarhumah nenek saya. 

Kenapa Bogor? Bukankah jarak Bogor - Jakarta lebih jauh daripada Cibinong (tempat berdomisili saya sekarang) - Jakarta? Karena dari Bogor saya dapat menggunakan kereta commuter line, dengan demikian saya benar-benar terhindar dari kemacetan Jakarta. Jarak tempuh kereta Jakarta - Bogor memakan waktu 1.5 jam, lebih cepat dibanding jarak Jakarta - Cibinong yang dapat menghabiskan waktu hingga 3 jam (dan molor hingga 4 jam jika macetnya masuk dalam kategori parah). 

Let me tell you a secret, dari sekian banyak mode transportasi, saya paling horor menggunakan kereta. Di kepala saya kereta itu penuh dengan pencopet, pelecehan seksual, dan rawan dengan semua bentuk tindak kejahatan. Jadi keputusan pindah ke Bogor ini seperti me-refresh kehidupan per-komuter-an saya. Saya yang dulunya setiap pagi buta dan larut malam harus lari-lari mengejar bus, tarik urat leher saat menghadapi macet dan penumpang lain yang menyebalkan, sekarang harus menjejalkan diri berdesak-desakan dengan ratusan komuter lain dalam gerbong kereta. Ternyata rasanya seru! 

Untuk seorang komuter yang sering dikecewakan dengan jadwal bus yang hanya-Tuhan-yang-tahu-kapan-bus-tersebut-sampai-halte maka saya cukup puas dengan jadwal kereta yang cukup tepat waktu (walau tidak jarang terlambat juga). Saya dapat memperkirakan dengan tepat estimasi waktu yang diperlukan untuk pulang dan pergi kantor, pun dapat berangkat kerja lebih siang dan tidak kemalaman sampai ke rumah. Dan yang paling utama dan paling penting, otak saya tidak ikut ruwet dan stress menghadapi macetnya Jakarta. 

Berbicara tentang rumah nenek, tempat ini menyimpan banyak kenangan masa kecil dan masa perkuliahan saya. Dulu saya menghabiskan sebagian besar masa kecil di rumah nenek, bersama nenek yang selalu menjaga saya. Seiring waktu, kulit nenek semakin berkeriput, jarak pandangnya tidak jauh lagi, dan dia tidak sanggup berjalan jauh walau untuk sekedar membuang sampah ke depan gang rumah. Nenek selalu menyambut ramah semua cucu yang datang mengunjunginya, walau dia harus melihat lekat-lekat dengan jarak kurang dari 20 cm untuk dapat mengenali wajah cucunya. Jika waktu kuliah sedang senggang saya selalu menyempatkan mampir ke rumah nenek, membawakannya es krim untuk dinikmati bersama, mengobrol tentang hal apapun, dan membaui wangi khasnya yang selalu membuat saya merasa nyaman.  

Rumah nenek tidak banyak berubah, lingkungan sekitarnya juga tidak banyak berubah walau rumpun bunga pukul empat tempat saya dan adik bermain petak umpet sudah tidak ada lagi. Setiap berjalan melewati gang menuju rumah nenek saya selalu teringat dengan satu janji yang tidak sempat terpenuhi, janji untuk membelikan nenek kursi roda dengan gaji sendiri. Saya ingin mengajak nenek berjalan-jalan melihat kota Bogor yang sudah banyak berubah, mengajaknya keluar dari pojokan rumah mungil dan nyaman itu. Janji itu tidak sempat terwujudkan karena nenek meninggal hanya beberapa hari sebelum saya memulai hari pertama bekerja. 

Bogor memang menyimpan banyak kenangan untuk saya. Sekarang kota itu yang menjadi pilihan saya sebagai tempat tinggal. Sebuah kota kecil dengan curah hujan tinggi yang selalu membuat saya merasa nyaman. Semoga rumah baru blog ini juga bisa membuat kalian nyaman untuk bertandang :)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Rumah Baru (lagi)