Menjadi blogger secara tidak langsung dapat menyalurkan mimpi saya menjadi reporter. Tidak jarang dalam berbagai event di kantor saya berperan sebagai seksi dokumentasi. Lucunya saya lebih suka mengambil foto dari event non-formal, alias mengamati kejadian yang menurut beberapa orang tidak terlalu penting sehingga hasil jepretan saya hanya masuk dalam file pribadi, bukan untuk disebarkan lewat media internal kantor. Tidak masalah, justru saya bisa bercerita banyak dari 'foto tidak penting' tersebut, karena setiap tempat (termasuk kantor) memiliki kebiasaan dan budaya yang berbeda bukan.
Selamat Ulang Tahun
Tradisi minta ditraktir oleh teman yang sedang berulang tahun sih bukan hal yang aneh. Akan menjadi hal yang berbeda kalau ini terjadi di kantor saya, hukum mentraktir rekan satu ruangan (kira-kira 30 orang) adalah wajib dan harus dilakukan. Untuk membuat yang berulang tahun mau mengeluarkan budjet lebih untuk membeli makan siang ekstra dilakukanlah trik tertentu, mulai dari yang paling biasa (sekedar mengingatkan atau menyindir secara halus) sampai yang paling ektrim:
Selebaran berisikan info (terkadang plus foto) yang berulang tahun akan bertebaran di seluruh sudut ruangan: meja setiap orang, mading, tempat absen, mesin fotokopi, di dekat jam dinding, pintu masuk, tidak ada yang luput dari serangan selebaran ini. Kalau super apes selebaran bisa mampir ke ruangan divisi lain, yang artinya kuota orang yang harus ditraktir bertambah banyak. Mau melepaskan sendiri semua selebaran adalah usaha yang sia-sia, karena tetap akan bermunculan sampai traktiran diberikan. Kalau traktiran sudah tersedia, otomatis selebaran akan dibersihkan dengan sukarela.
Sampai hari ini, yang selalu mendapat teror seperti ini adalah kaum adam. Alasannya sudah pasti karena mereka paling sulit diminta jatah traktiran. Kalau kaum hawa sih biasanya sudah mengantisipasi kejadian ini dengan membawa makanan atau membelikan jatah makan siang.
Dilarang Makan Disini
Saya: 'Pus, sejak kapan ada larangan itu disini?'.
Pusti: 'Larangan apa?'.
Saya: 'Itu....'.
Pusti: 'Haaahh.... sejak kapan? Gue baru liat deh'.
Saya: 'Makanya gue nanya karena gue juga ngga tau dodol'.
Pusti: 'Eh, tapi kan kita emang ngga boleh makan di meja kerja. Kayak sarapan ato makan siang gitu kan di pantry'.
Saya: 'Terus, cemilan apa nasibnya dong?'.
Pusti: 'Iya ya.....'.
suram
Pusti: 'Tapi ko peringatannya mojok gitu sih? Kenapa ngga dipasang di pintu masuk aja'.
Saya: 'Yeey... kalo dipasang di pintu masuk sih sekalian aja tulisannya diganti 'Dilarang memberi makan kepada staff dalam ruangan ini'. Lo kira kita kebon binatang apa'.
Sindrom Pasca Lebaran
Tidak perlu khawatir kalau lebaran kemarin tidak kebagian jatah cuti dan tidak bisa pulang kampung karena oleh-oleh dari rekan yang beruntung bisa mudik akan mengalir lancar.
Awalnya seperti prasmanan, lebih esklusif. Makanan khas lebaran seperti tape uli dan kue-kue lebaran masih tersedia.
Lama-kelamaan lebih sering bertebaran berbagai keripik, kerupuk, dan makanan kering khas daerah masing-masing. Ada kerupuk kemplang dari Lampung, kerupuk ikan dari Palembang, kacang disko dan kacang koro dari Bali, keripik nangka dari Malang, dan berbagai makanan kering lain yang saya tidak tahu asalnya numplek di salah satu meja kerja yang kosong. Karena divisi saya banyak berhubungan dengan berbagai divisi maka setiap hari ada saja cemilan baru yang diberikan divisi lain. Inilah penyebab utama mengapa berat badan dengan mudahnya naik setelah lebaran.
Akhirnya, dengan sekian banyak cemilan dan tidak sedikit yang belum habis, tumpukan makanan ini terlihat mengganggu dan mengundang berbagai binatang pengganggu. Hingga akhirnya atasan menegur dan menyuruh kami membereskan semuanya. Kalau sudah begini baru deh mikir, mungkin peringatan yang saya bahas sebelumnya memang sebaiknya diterapkan ya.