Travelinglah Selagi Masih Muda. Sebelum Menyesal

Fake Luxury

Pernah membeli barang imitasi? Barang aspal alias asli tapi palsu? Atau yang sedang tren sekarang adalah barang KW, mulai dari KW super, KW1, dan KW2. Kualitas yang disingkat menjadi KW ini biasanya menunjukkan derajat kemiripan barang palsu dengan yang asli, semakin rendah tingkatan KW maka kualitasnya akan semakin jelek dan harganya pun lebih murah. Barang imitasi, aspal, atau KW biasanya menjiplak habis sebuah model dari suatu brand terkenal. Tidak tanggung-tanggung, mereka juga meng-emboss barang palsu dengan logo dari brand yang dijiplak. Dengan demikian, untuk mata orang awam tidak akan terlihat bedanya, mana yang asli dan palsu.

Rasanya sekarang masyarakat sudah tidak malu lagi memakai barang KW ini, penjualannya pun dilakukan secara terang-terangan. Pemalsuan brand sudah tentu merugikan banyak pihak: pemegang lisensi resmi atas brand yang bersangkutan, designer yang susah payah merancang, dan merugikan negara karena kita tidak membayar pajak atas barang tersebut. Yang pasti, memakai barang KW mencerminkan mental kita sebagai mental pembajak.

Untuk kalangan sosialita, adalah haram hukumnya jika memakai barang palsu. Sekali ketahuan memakai barang KW, maka untuk selamanya dia akan dicap sebagai pemakai barang imitasi. Tidak akan dipercaya lagi walau ia memakai barang asli sekalipun. Tetapi saya, anda, dan kita, bukanlah sosialita dari kalangan jetset. Tetap saja, alasan ini tidak bisa dijadikan pembenaran untuk ikut-ikutan memakai barang KW.

Saya pribadi sudah pasti tidak mampu membeli tas merk LV, Guess, atau Chanel yang harganya berpuluh-ratusan juta. Jika saya memakai tas palsu yang meng-emboss brand tersebut, bukankah saya sudah membohongi diri sendiri? Masyarakat pun bisa menilai kalau karyawan-kantoran-yang-setiap-hari-naik-bus-dan-gajinya-pas-pasan seperti saya tidak mungkin memakai tas dari brand yang asli. Jadi untuk apa saya tetap memakai tas dengan emboss brand terkenal tersebut? Yang pasti, saya malu mengenakan benda yang terang-terangan menempelkan brand super-wah yang pastinya tidak terjangkau kocek saya.

Percaya atau tidak, harga tas dan sepatu KW dengan brand terkenal ini harganya pun tidak murah. Kalau begitu, mengapa tetap mengeluarkan uang banyak untuk sebuah barang palsu? Mengapa tidak membeli barang asli dari brand lain yang tidak kalah bagus tapi tetap terjangkau, dengan begitu kita bisa menghindari pembajakan dan tidak membohongi diri sendiri. Dengan status yang notabenene memang bukan sosialita dan bukan anak dari orangtua super-tajir-melintir-lintir, untuk apa memaksakan diri memakai benda bermerk. Akui saja kalau kita saya memang tidak mampu.

Saya pribadi, sudah menempelkan stigma negatif terhadap orang yang dengan bangganya memakai barang KW tanpa merasa bersalah. Pasti terdengar arogan bagi kalian, kesannya saya orang suci yang tidak pernah memakai barang palsu, selalu membeli barang asli yang lebih mahal dari barang asli, dan tidak mau memakai barang murah. Tidak juga tuh...

Jaman kuliah dulu, saya punya satu tas yang mengemboss sebuah merk terkenal. Sayangnya, tas tersebut tidak sempat go public terlalu lama karena saya malu telah membohongi diri sendiri. Saya juga tahu, 40% siswa di kelas saya termasuk golongan anak-tajir-melintir yang mampu membeli barang dengan merk asli.  Rasanya tidak rela kalau harus dihujani tatapan 'You're wearing the fake one right?'. Lebih baik memakai tas biasa tanpa merk daripada terlihat begitu memaksakan diri untuk tampil 'mewah'.

Sekarang, setelah memiliki penghasilan sendiri, saya memilih untuk memakai produk sebuah brand  dalam negeri dengan model dan kualitas yang tidak kalah dengan brand terkenal (sstt, I recommended Capriasi for alternate). Tapi jangan salah, saya juga cinta berbelanja di Ambassador, sebuah surga belanja bagi karyawan kere untuk mencari outfit kantor yang bagus tapi affordable. Bayangkan, rata-rata sebuah tas dibandrol dengan harga 50ribu saja, tapi saya langsung ilfil begitu melihat berbagai logo brand kelas atas yang menghiasi tas tersebut. Sebagai perempuan normal, saya masih cinta barang bagus dengan harga miring, namun saya lebih memilih barang yang tidak memiliki merk atau bermerk independen. Sekarang saya lebih sadar diri untuk tidak menggunakan barang yang menempelkan logo brand terkenal.

Mau memakai barang asli, palsu, imitasi, atau KW adalah pilihan Anda. Yang pasti, ada berbagai alternatif cara yang bisa diambil untuk menghindari penggunaan barang imitasi. Jangan bangga jika Anda memakai barang imitasi karena Anda sedang membohongi diri sendiri, karena Anda secara tidak langsung mendukung pembajakan hak cipta. Seperti mengutip dari Bazaar Indonesia:


Notes: Judul Fake Luxury diambil dari tema Bazaar Style (diputar di O Channel 12 September 2010) yang juga merupakan kampanye Harper’s Bazaar untuk memerangi merk palsu yang marak beredar.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Fake Luxury